Bersikap Adil terhadap Anak
Ayah Bunda, setiap orang tua pasti menyayangi anak-anaknya. Orang tua yang memiliki anak lebih dari satu ada kalanya dihadapkan pada kondisi harus bisa berbuat adil kepada anak-anaknya, baik dalam hal pemberian (hibah) maupun nafkah. Rasulullah saw. bersabda,
“Adillah kepada anakmu, adillah kepada anakmu, adillah kepada anakmu!” (HR Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Hibban dihasankan oleh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah No. 1240).
Adil itu bukan berarti sama rata atau sama kuantitasnya. Namun, adil itu berarti proporsional sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak. Contohnya saja, orang tua memiliki tiga orang anak, ada yang masih bayi, usia SD, dan SMP. Tentu saja kebutuhan sang kakak yang duduk di bangku SMP lebih banyak dibandingkan adik-adiknya. Jadi harus dijelaskan kepada anak-anak bahwa mereka kebutuhannya berbeda dan tidak boleh iri satu sama lain.
Adil dalam Hibah dan Nafkah
Terkait pemberian orang tua kepada anak (hibah), maka jumlahnya harus sama untuk semua anak, tidak boleh dibeda-bedakan, tidak boleh pilih kasih. Jadi, pada dasarnya hibah harus diberikan secara sama rata. Namun, boleh membedakannya karena kondisi tertentu.
Misalnya ada anak yang cacat sehingga tidak bisa bekerja, atau sibuk menuntut ilmu sehingga belum bisa bekerja, atau punya banyak anak sehingga gajinya tidak cukup. Atau kondisi lain, misalkan ada anak yang durhaka dan suka bermaksiat, maka orang tua boleh tidak memberikan hibah kepada anak tersebut.
Hibah ini adalah hak anak-anak secara bersama. Anak-anak harus saling rida, jika orang tua ingin menghibahkan harta kepada salah satu anak. Hal itu tidak masalah, tetapi diperlukan komunikasi yang baik agar pada masa depan hibah tersebut tidak menimbulkan masalah.
Rasulullah saw. bersabda,
اعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلادِكُمْ فِي النُّحْلِ، كَمَا تُحِبُّونَ أَنْ يَعْدِلُوا بَيْنَكُمْ فِي الْبِرِّ وَاللُّطْفِ
“Bersikaplah adil di antara anak-anak kalian dalam hibah, sebagaimana kalian menginginkan mereka berlaku adil kepada kalian dalam berbakti dan berlemah lembut.” (HR Al-Baihaqi dalam As-Sunan al-Kubra No. 12.003)
Sedangkan untuk nafkah orang tua kepada anak harus sesuai kebutuhan anak, jumlahnya tidak sama rata.
Tentang hibah, ada sebuah hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari kisah An-Nu’man bin Basyir, bahwasanya ayahnya datang membawanya kepada Rasulullah saw. dan berkata,
“Sungguh aku telah memberi pemberian berupa seorang budak milikku kepada anakku ini.” Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, “ Apakah semua anakmu kau beri seperti (anakmu) ini?” Dia menjawab, “ Tidak.” Maka Rasulullah saw. bertanya, “ Apakah engkau senang apabila mereka (anak-anakmu) semuanya berbakti kepadamu dengan sama?” Dia menjawab, “ Aku mau (wahai Rasulullah).” Lalu Rasulullah saw. bersabda, “ Kalau begitu, jangan kau lakukan (pilih kasih).” (HR Bukhari kitab Al-Hibah: 12, Muslim kitab Al-Hibah: 9, 10, 17 dan Tirmidzi kitab Al-Ahkam: 30)
Jangan Pilih Kasih kepada Anak
Berbeda halnya dengan soal kasih sayang. Orang tua tidak boleh membedakan antara anak satu dengan yang lainnya. Kasih sayang orang tua selayaknya diberikan kepada anak sama rata dan tidak boleh dibeda-bedakan. Sekiranya ada kecenderungan orang tua lebih sayang kepada satu orang anaknya, sebisa mungkin tidak ditunjukkan secara frontal di depan anak.
Kita tentu tidak mengharapkan ada anak yang bersedih atau terluka hatinya karena perilaku orang tua yang cenderung menampakkan rasa sayangnya kepada satu anak melebihi anak yang lain. Jadi sebisa mungkin kita menjaga perasaan anak-anak kita.
Insyaallah setiap anak itu istimewa dan memiliki kelebihannya masing-masing, sekaligus dengan kekurangannya. Sebisa mungkin orang tua berupaya bersikap adil dalam hal kasih sayang ini dan tidak pilih kasih.
Syekh Abdul Ghani Al-Nablisi berkata, “Pilih kasih orang tua terhadap anaknya akan menimbulkan permusuhan, kedengkian, dan kebencian di antara sesama anak-anak itu sendiri, kemudian akibat selanjutnya akan terjadilah pemutusan hubungan keluarga yang disebabkan oleh sikap pilih kasih orang tua mereka.”
Teladan Rasulullah Saw. dalam Hal Adil kepada Anak
Rasulullah saw. adalah teladan kita semua. Beliau menjadi seorang pendakwah, ayah, dan kepala negara.
Sebagai seorang ayah, beliau sangat besar cinta dan kasih sayangnya kepada Fatimah ra., putrinya. Beliau juga seorang kepala negara yang harus menerapkan sistem sanksi dalam Islam secara kafah. Ketika ada orang yang melanggar hukum syariat Islam, maka harus diberikan balasan hukuman, meskipun pelakunya adalah anak kesayangannya.
‘Aisyah ra. menyampaikan,
وَأَيْمُ اللهِ، لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
“Demi Allah, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, sungguh aku akan memotong tangannya.” (HR Al-Bukhari No. 6788 dan Muslim No. 1688)
Demikianlah ketegasan Rasulullah saw. dalam menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan. Keadilan beliau saw. sangat dirasakan berkahnya oleh semua warga di negara Islam, mengayomi semua elemen umat dan agama, tanpa melupakan kasih sayang kepada seluruh anggota keluarga, khususnya anak-anaknya.(Ustdz.Tamrin)